Sabtu, 13 Desember 2014

Mendorong Keterlibatan Kelompok Perempuan dalam Pembangunan Desa

| No comment

Hadirnya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa tidak hanya memberikan peluang pembangunan yang lebih besar dan mandiri. Akan tetapi, instrumen hukum tersebut juga menghadirkan tantangan bagi  pihak pemerintahan desa untuk mampu meningkatkan kapasitas dan sumberdaya manusia yang lebih baik dalam melakukan tata kelola anggaran serta pelibatan antarkelompok dalam pembangunan desa.

 

            Salah satu yang menjadi acuan penting dalam membuka peluang keterlibatan masyarakat dalam tata kelola pemerintahan desa adalah keberimbangan akses antara kelompok laki-laki dan perempuan. Prinsip kesetaraan ini dijamin secara konstitusi guna mewujudkan sistem tata kelola pemerintahan yang berintegritas, transparan, serta mendorong arah pembangunan secara infrastruktur maupun sumberdaya.

 

            Selama bulan November 2014, JINGGA Media bekerjasama dengan INFEST Yogyakarta telah melakukan assesment terhadap desa-desa di Kabupaten Cirebon yang dipilih berdasarkan keterwakilan wilayah administratif, serta jangka-proses pengalaman dalam mengatur tata kelola pemerintahan desa selama satu periode terakhir. Penelusuran untuk menggali data tentang “Tata Kelola Keuangan Desa Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), serta Penguatan Kapasitas Kelompok Perempuan dalam Perencanaan Anggaran Desa” ini di antaranya dilakukan demi mendapatkan gambaran sekaligus bahan rumusan dalam meningkatkan peran kelompok perempuan dalam pembangunan desa.

 

            Selain dengan melakukan assesment, penggalian data juga dilakukan dengan cara FGD (Focus Group Discussion) dengan melibatkan beberapa kelompok aktif dalam struktur pemerintahan dan pembangunan desa, serta melakukan pembacaan data-data statistik milik desa yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan perencanaan dan proses pembangunan. Dari serangkaian proses yang dikerjakan, penelusuran ini mengerucut pada simpulan data  keterlibatan kelompok perempuan dalam perencanaan anggaran dan pembangunan desa di Kabupaten Cirebon yang masih terbilang lemah.

 

Lemahnya Tingkat Partisipasi Kelompok Perempuan

 


[caption id="attachment_1622" align="alignleft" width="303"]Grafik 1.3. Faktor penghambat keterlibatan kelompok perempuan Grafik 1.3. Faktor penghambat keterlibatan kelompok perempuan[/caption]

Sebagian besar dari jumlah sebanyak 424 desa di Kabupaten Cirebon masih memiliki hambatan dalam mendorong keterlibatan kelompok perempuan dalam perencanaan anggaran dan pembangunan. Dari hambatan yang dimaksud, sebanyak 45,9 % masih bertumpu pada tradisi masyarakat yang berlaku -di mana kelompok laki-laki mendapatkan ruang yang lebih besar dalam memberikan peran dan aspirasi- dalam mendorong pembangunan. Selebihnya, hambatan tersebut berkait paut dengan kapasitas dan sumberdaya kelompok perempuan setempat, serta proses dan aktifitas tata pembangunan yang tidak memungkinkan keterlibatan kelompok perempuan secara langsung.

 

Pada praktiknya, keterlibatan perempuan baru dapat diakomodir sesuai dengan tata struktural formal melalui kelompok penggerak PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga). Sementara kelompok-kelompok perempuan non-struktural masih berkutat pada agenda sosio-keagamaan yang tidak mendapatkan peluang secara langsung dalam proses penyaluran aspirasi pembangunan.

 

            Lemahnya tingkat partisipasi kelompok perempuan dalam pembangunan ini juga disebabkan oleh dukungan dan inisiatif kebijakan pemerintah desa dalam upaya turut mendorong keterlibatan kelompok perempuan secara lebih berimbang. Dalam tingkat perencanaan pembangunan desa, seperti melalui proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa (RPJMDes) atau Musrenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa), kelompok perempuan hanya dilibatkan guna memenuhi kuota formal sesuai dengan acuan yang telah disepakati. Belum pada langkah gerak aktif dalam menyalurkan aspirasi yang memberikan keberpihakan secara langsung.

 

            Meskipun begitu, di beberapa desa hasil penelusuran ditemukan pula data yang menunjukkan harapan peluang partisipasi kelompok perempuan yang terus meningkat. Pada sampel Desa Gegesik Kidul Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon misalnya, kelompok perempuan memiliki ruang-ruang lain yang memungkinkan untuk memberikan keterlibatan secara langsung dalam mendorong proses pembangunan. Ruang keterlibatan yang dimaksud ditemukan dalam bentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) maupun Usaha Ekonomi Kelompok Perempuan (UEP) yang sudah berjalan cukup maksimal.

 

            Persoalan lemahnya keterlibatan kelompok perempuan dalam pembangunan desa semakin merasa penting untuk didorong saat melihat kondisi minimnya keterlibatan secara langsung melalui susunan pemerintahan desa yang dibentuk, sekalipun desa tersebut dipimpin oleh seorang kuwu perempuan.

 

Mendorong Peningkatan Keterlibatan Kelompok Perempuan dalam Pembangunan Desa

 

            Dari data yang didapatkan, sekaligus menimbang beberapa faktor dan hambatan yang muncul dalam kondisi lemahnya partisipasi dan keterlibatan kelompok perempuan dalam perencanaan anggaran dan pembangunan desa di Kabupaten Cirebon, maka secara bersama-sama dengan melibatkan berbagai pihak melalui, pertama, proses pendampingan. Proses ini bisa dilakukan dan dibantu oleh kelompok-kelompok swadaya masyarakat (LSM) guna  memberikan paparan dan gambaran mengenai pentingnya peningkatan peran perempuan dalam pembangunan desa. Kedua, melalui proses diskusi dan sosialisasi yang memancing inisiatif untuk memunculkan kelompok perempuan sebagai obyek simpati dalam mendorong pembangunan desa. Misalnya, dengan cara melakukan pengorganisasian perempuan desa yang diarahkan pada isu-isu strategis yang bersifat lokal, sehingga mendorong ketertarikan kelompok lain untuk bergerak secara bersama-sama. Ketiga, inisiatif melalui kebijakan pemerintahan desa yang harus bersandar pada pelibatan kelompok perempuan dalam segala aktifitas perencanaan anggaran dan pembangunan desa.

 

            Selain bertumpu pada instrumen-instrumen di atas, yang paling penting ialah penjelasan mengenai tantangan aturan hukum yang akan diberlakukan dalam mengawal pembangunan desa. UU No. 6 tahun 2014  memastikan desa mendapatkan hak perencanaan dan penganggaran pembangunan. Bila dirata-rata terdapat  kucuran dana sekitar  Rp1,4 miliar  dari Pemerintah Daerah (APBD) dan Pemerintah Pusat (APBN). Setiap desa berkewajiban untuk mengakomodasi kepentingan perempuan dalam penganggaran desa.[Direksi Pusat Data, Riset dan Publikasi]

Tags : , ,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar